Kerajinan Kaca patri sebagai salah satu mahakarya seniman, sudah digunakan untuk mempercantik sebuah bangunan sejak zaman sebelum masehi. Kaca hias ini sudah digunakan oleh bangsa Mesir Kuno dan mesopotamia sebelum akhirnya menjadi sangat populer pada zaman Romawi.
Di Indonesia, kerajinan kaca patri pertama kali dikenal lewat penggunaannya pada gedung-gedung yang dibangun oleh para arsitek Belanda pada masa kolonial yaitu sekitar tahun 1900 an. Mereka sebagian besar menggunakan kaca patri untuk merias gereja, kantor dan hotel. Ketika masa kolonial berakhir, popularitas kaca patri ikut memudar bahkan hilang sama sekali karena saat itu hampir semua arsitek adalah warga Belanda yang kembali ke negaranya. Seni kaca patri di Indonesia mati suri sekian lama.
Baru pada tahun 1980 an, saat arsitektur Indonesia tengah mengalami perkembangan pesat, kaca patri mulai dilirik kembali oleh para konsumen yang menyenangi keindahan. Kerajinan Kaca patri, menjadi komoditi bisnis yang juga menjanjikan. Toko-toko mulai bermunculan menawarkan kaca patri lengkap dengan desain dan jasa pemasangan.
Sebetulnya, di Indonesia, kerajinan kaca patri memang telah banyak digunakan di gedung-gedung pemerintahan, tempat ibadah, ataupun rumah. Yang sedang marak, rumah dengan konsep modern minimalis juga dapat didekor dengan kaca patri, membuatnya terlihat memiliki cita rasa klasik kontemporer.
Kini kita dapat menemukan pintu dan jendela kaca patri dimana-mana. Beberapa gedung ikonik Indonesiapun memakai kaca patri seperti Lawang Sewu di Semarang, Gereja St. Paulus di Bandung serta Gereja Katedral dan Museum Bank Indonesia di Jakarta.